Definition List

Tuesday 13 October 2020

Saturday 10 October 2020

La Nina dan El Nino

Sebagian besar dari kita pasti sudah pernah mendengar istilah El Nino dan La Nina. Ya, istilah ini sangat familiar dan berkaitan dengan lautan atau samudera. El Nino dan La Nina ini merupakan peristiwa alam yang seringkali terjadi. El Nino ini terjadi pada saat- saat tertentu yang dapat disebabkan oleh ghal- hal tertentu. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas lebih lanjut dan mendalam mengenai proses terjadinya El Nino dan La Nina serta hal- hal yang berkaitan dengan kedua hal tersebut.
gambar satelit menandakan suhu puncak 


Seperti yang kita ketahui, kondisi cuaca di atmosfer tidaklah menentu. Kondisi cuaca tersebut terkadang jauh berbeda dari biasanya. Perbedaan tersebut dinamakan anomali cuaca. Mendengar kata El Nino dan La Nina tentunya bukan hal asing di dalam ilmu meteorologi. Yap, kedua istilah tersebut menjadi salah satu fenomena dari anomali cuaca. Kondisi anomali ini berbeda dengan fase meteorologi bernama ENSO.

ENSO (El Nino Southern Oscillation) didefinisikan sebagai fenomena pola iklim yang melibatkan perubahan suhu perairan dan atmosfer di bagian timur hingga tengah ekuator Pasifik. Perubahan suhu ini berkisar 10 hingga 30C dari keadaan normal. Selain itu, ENSO juga menyebabkan adanya pola tekanan udara pada permukaan laut di bagian selatan Samudera Pasifik antara Tahiti dan Darwin, Australia.

Metode yang digunakan untuk memantau ENSO adalah Southern Oscillation Index (SOI) yang melihat fluktuasi tekanan udara harian antara Tahiti dan Darwin. Fenomena ENSO tersebut memiliki dampak pada pola iklim di berbagai belahan dunia. El Nino dan La Nina merupakan fase ekstrim dalam siklus ENSO dimana antara dua fase tersebut terdapat fase Neutral.

La Nina dan El Nino merupakan satu gejala yang menunjukkan adanya perubahan pada iklim Bumi. El Nino adalah kejadian di mana suhu air laut yang ada di Samudra Pasifik memanas di atas rata-rata suhu normal, Sedangkan La Nina adalah peristiwa turunnya suhu air laut di Samudera Pasifik di bawah suhu rata rata sekitarnya.

Gambar Satelit Menggambarkan kelembaban atmosfer


Berdasarkan acuan sejarah, El Nino merupakan sebuah peristiwa yang terjadi dan diamati oleh penduduk dan nelayan dari Peru dan Ekuador yang bermukim di sekitar pantai Samudera Pasifik bagian timur, yang basanya terjadi pada bulan Desember. Peristiwa yang diamati oleh masyarakat tersebut adalah peristiwa meningkatnya suhu air laut. Setelah lama meneliti, para ahli ternyata juga menemukan peristiwa kebalikan dari El Nino yaitu peristiwa di mana suhu air laut menghangat , yang dinamakan La Nina. Dimana fenomena ini memiliki rentang waktu 2-7 tahun.

Terjadinya El Nino disebabkan oleh meningkatnya suhu perairan di Pasifik timur dan tengah yang mengakibatkan meningkatnya suhu dan kelembaban pada atmosfer yang berada diatasnya. Dimana peristiwa ini menyebabkan pembentukan awan yang juga meningkatkan curah  hujan pada kawasan tersebut. Dan juga mengakibatkan tekanan udara pada barat SamuderaPasifik yang menghambat pertumbuhan awan di laut Indonesia bagian timur yang membuat curah hujan menurun secara tidak normal di beberapa wilayah di Indonesia.

Sedangkan La Nina, disebabkan oleh suhu permukaan laut pada bagian barat dan timur Pasifik yang menjadi lebih tinggi daripada biasanya. Kejadian tersebut menyebabkan tekanan udara pada ekuatorPasifik barat menurun yang mendorong pembentukkan awan berlebihan dan menyebabkan curah hujan tinggi pada daerah yang terdampak.

Gambar Satelit Perkiraan Turun Hujan


Kejadian El-Nino tidak terjadi secara tunggal tetapi secara berurutan setelah atau sebelum La-Nina. Hasil kajian dari tahun 1900 sampai tahun 1998 mengungkapkan bahwa El-Nino telah terjadi sebanyak 23 kali (rata-rata 4 tahun sekali). La-Nina hanya 15 kali (rata-rata 6 tahun sekali). Dari 15 kali kejadian La-Nina, sekitar 12 kali (80%) terjadi berurutan dengan tahun El-Nino. La-Nina mengikuti El-Nino hanya terjadi 4 kali dari 15 kali kejadian sedangkan yang mendahului El-Nino 8 kali dari 15 kali kejadian. Hal ini menunjukkan bahwa peluang terjadinya La-Nina setelah El-Nino tidak begitu besar. Kejadian El-Nino 1982/83 yang dikategorikan sebagai tahun kejadian El-Nino yang kuat tidak diikuti oleh La-Nina.

Pengaruh El Nino terhadap Indonesia pada umumnya adalah membuat suhu permukaan air laut di sekitar Indonesia menurun yang berakibat pada berkurangnya pembentukan awan yang membuat curah hujan menurun, namun kandungan klorofil-a pada lautan Indonesia meningkat. Kandungan kloorofil-a yang meningkat berarti meningkatnya pasokan makanan di lautan Indonesia yang tentunya meningkatkan jumlah ikan yang ada di sekitar perairan Indonesia.

Sementara dampak La Nina adalah meningkatnya curah hujan di wilayah Pasifik Ekuatorial Barat, yang di mana Indonesia termasuk di dalamnya. La Nina membuat cuaca cenderung menjadi hangat dan lebih lembab.  Fenomena La Nina yang meningkatkan curah hujan, membuat cuaca pada musim kemarau Indonesia, menjadi lebih basah.

La Nina akan sangat terasa dampaknya bagi kota dan daerah yang tidak mempunyai resapan air yang bagus, contohnya Jakarta. Di mana hujan yang terjadi selama beberapa jam sudah cukup untuk membuat Jakarta tergenang banjir.

La Nina juga terasa di beberapa kota dan daerah di Indonesia seperti Solo, Banjarnegara, Wonogiri, Cilacap, dan yang lainnya, yang akan membuat potensi banjir dan longsor di daerah tersebut meningkat.

source

Tuesday 6 October 2020

Potensi Rawan Bencana (Kawasan Peg Hyang - G Raung - Kawah Idjen - Gn Merapi)

 Berikut ini saya akan mengulas potensi bencana untuk beberapa daerah di Indonesia, akan saya ulas dari bebrapa daerah yang memliki potensi bencana berdasarkan data data yang saya dapatkan dari beberapa literatur

Ilustrasi Daerah Rawan Bencana



Akan kita bahas satu persatu kerawanan bencana pada daerah seperti di atas

Peta Rawan Banjir, data dari Indonesia Geospatial Portal
Kabupaten Jember 



Kabupaten Bondowoso

 


Kabupaten Situbondo




Kabupaten Banyuwangi



Kabupaten Lumajang



Dari data tersebut di atas kita gunakan sebagai dasar untuk mendetailkan area kebencanaanya, pos pertolongan terdekat, dll
 
Reload data


Peringatan Dini Tsunami InaTEWS - Data Maping (bagian 3)

Peta Bahaya Tsunami dapat di download pada Link sebagai berikut

Sumatra
Processing Upload

Jawa Barat
Processing Upload

Jawa Tengah
Processing Upload

Jawa Timur
Processing Upload




Bali
Processing Upload


diharapkan dengan sudah tersedianya data data tersebut di atas, dapat memudahkan untuk melakukan penyuluhan sehingga di kemudian hari tidak menimbulkan kepanikan dan keresahan masyarakat terutama di daerah pesisir pantai selatan, selain itu bagi praktisi praktisi pemetaan serta teman teman yang sudah mahir dalam pemetaan sekiranya dapat memanfaatkan data peta tersebut yang bisa di kombinasikan dengan peta RBI.

Peringatan Dini Tsunami InaTEWS (Bagian 2)

Pedoman 3
Peran dan Tanggung Jawab Lembaga dan Masyarakat di Dalam Rantai Komunikasi Peringatan Dini Tsunami BMKG menyediakan berita gempabumi dan berita peringatan dini tsunami serta menyampaikannya kepada institusi terkait, di antaranya BNPB, pemerintah daerah dan media yang kemudian menyampaikan dan ditindaklanjuti oleh masyarakat. Pemerintah daerah diharapkan dapat membuat keputusan evakuasi jika diperlukan.


Rantai komunikasi memungkinkan penyebaran berita peringatan dini tsunami serta arahan yang tepat waktu dan efektif. Berita dan arahan tersebut dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dan dikenal menggunakan saluran komunikasi yang telah disepakati, sehingga
masyarakat yang berisiko terkena ancaman tsunami dapat merespon tepat waktu untuk meninggalkan daerah berisiko dan menyelamatkan diri sebelum tsunami mencapai pantai. Rantai komunikasi ini menghubungkan Pusat Nasional Peringatan Dini Tsunami dengan 
masyarakat berisiko di sepanjang pesisir pantai Indonesia yang rawan tsunami. Pihak-pihak yang berperan dalam rantai komunikasi peringatan dini tsunami InaTEWS antara lain:
• Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika,
• Pemerintah daerah (pemda) tingkat provinsi, kabupaten dan kota,
• Stasiun televisi (TV) dan radio nasional dan daerah (pemerintah dan swasta),
• Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),
• Tentara Nasional Indonesia (TNI),
• Kepolisian Republik Indonesia (POLRI),
• Masyarakat berisiko bencana,
• Penyedia layanan selular, dan
• Pengelola hotel/tempat wisata
Lembaga-lembaga yang berperan dalam mata rantai peringatan dini ini berkewajiban untuk segera memberikan konfirmasi (secara manual) bahwa mereka telah menerima berita peringatan dini yang telah dikirimkan oleh BMKG. 
 


i. BMKG
Lembaga ini menjadi penyedia berita peringatan dini tsunami di Indonesia. BMKG menyampaikan berita gempabumi, berita peringatan dini tsunami, dan saran untuk tindak lanjut di daerah yang terancam tsunami kepada pihal lain dalam rantai komunikasi peringatan dini tsunami

ii. BNPB
BNPB berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. BNPB membantu menyebarluaskan peringatan dini tsunami dan saran kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Selain itu, BNPB berkewajiban untuk segera menyiapkan tanggap darurat, yaitu kegiatan search and rescue dan bantuan darurat, setelah ancaman tsunami berakhir.

iii. Pemda
Pemerintah daerah (pemda) berkewajiban untuk menindaklanjuti berita gempabumi dan berita peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. Pemda adalah satusatunya pihak dalam rantai komunikasi peringatan dini tsunami yang mempunyai wewenang
serta tanggung jawab memutuskan dan mengumumkan status evakuasi secara resmi berdasarkan informasi dari BMKG. Berdasarkan UU 24/2007 pasal 46 dan 47; PP 21/2008 pasal 19 dan Perka BNPB 3/2008 khususnya di dalam Bab 2 yang menyebutkan bahwa
pemda bertanggung jawab untuk segera dan secara luas mengumumkan arahan yang jelas dan instruktif untuk membantu penduduk dan pengunjung di daerah tersebut bertindak cepat dan tepat terhadap ancaman tsunami.

iv. TNI
TNI berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. TNI ikut berperan dalam usaha menyebarluaskan berita gempabumi atau berita peringatan dini tsunami khususnya di tingkat daerah. Bila status evakuasi diumumkan, TNI dapat mendukung proses evakuasi masyarakat. TNI berkewajiban untuk segera menyiapkan tanggap darurat, yaitu kegiatan search and rescue dan bantuan darurat, setelah ancaman tsunami berakhir.

v. POLRI
POLRI berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. POLRI ikut berperan serta dalam usaha menyebarluaskan berita gempabumi atau berita peringatan dini tsunami khususnya di tingkat daerah. Bila status evakuasi diumumkan, POLRI dapat mendukung proses evakuasi masyarakat. POLRI berkewajiban untuk segera menyiapkan tanggap darurat, yaitu kegiatan search and rescue dan bantuan darurat, setelah ancaman tsunami berakhir.

vi. Stasiun TV dan radio
Stasiun TV dan radio di tingkat nasional atau daerah (milik pemerintah dan swasta) wajib menyiarkan berita gempabumi dan berita peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. Hal ini berdasar pada UU 31/2009 pasal 34 dan Permenkominfo 20/2006 pasal 1 - 5. Stasiun TV dan radio merupakan pihak dalam rantai komunikasi peringatan dini tsunami yang mempunyai akses langsung dan cepat kepada publik. Stasiun TV dan radio berkewajiban untuk segera menangguhkan siaran yang sedang berlangsung dan menyiarkan peringatan dini tsunami dan saran yang diterima dari BMKG kepada pemirsa dan pendengar. 



TSUNAMI-KIT
mengembangkan Peringatan dini fan kesiapsiagaan masyarakat indonesia, menyediakan sarana pemetaan sebagai informasi peringatan dini apabila terjadi bencana tsunami, pos pertolongan (rumah sakit) 



setidaknya pada peta ini bisa untuk menjebatani dan sebagai media informasi untuk melakukan tindakan pencegahan secara dini kepada masyarakat luas terutama di area yang sudah di petakan di Indonesia dan tentunya upaya penyuluhan bagi teman teman di pemerintahan ataupun mulai dari desa ke desa serta bisa juga memperdayakan teman teman pecinta alam dan LSM.






Peringantan Dini Tsunami InaTEWS (Bagian 1)

Indonesia Rawan Terhadap Bencana Tsunami Lokal
Indonesia rawan terhadap bencana tsunami lokal karena sebagian daerah pantainya dekat dengan sumber tsunami. Bencana tsunami dapat terjadi kurang lebih 30 menit setelah gempabumi terjadi. 


 I. Kondisi tektonik di Indonesia
Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng tektonik utama dunia yang bergerak relatif saling mendesak satu dengan lainnya. Ketiga lempeng tersebut adalah Lempeng Samudera IndiaAustralia di sebelah selatan, Lempeng Samudera Pasifik di sebelah timur, Lempeng Eurasia
di sebelah utara (dimana sebagian besar wilayah Indonesia berada), dan ditambah Lempeng Laut Philipina. Gambar 1 menunjukkan arah pergerakan setiap lempeng tersebut. Lempeng Samudera India-Australia bergerak ke arah utara dan bertumbukan dengan Lempeng Eurasia.
Lempeng Pasifik bergerak ke arah barat sedangkan Lempeng Eurasia relatif diam.



Pergerakan relatif keempat lempeng tektonik tersebut mengakibatkan terjadinya penumpukan tekanan mekanis di daerah-daerah pertemuannya. Saat elastisitas batuan tidak lagi mampu menahan tekanan ini, batuan akan pecah dan melenting menuju kondisi seimbang mendekati kondisi awal sebelum terkena tekanan. Pelentingan ini menimbulkan gelombang seismik yang kuat dan dirambatkan ke segala arah dalam lempeng bumi. Peristiwa ini disebut dengan gempabumi tektonik. 

Gempabumi tektonik telah terjadi jutaan kali sejak jutaan tahun yang lalu dalam skala waktu geologi. Bukti-bukti kejadian gempabumi tektonik di masa lalu terekam dalam gejala-gejala geologi di alam (paleo seismologi). Saat ini gempabumi tektonik dapat direkam menggunakan jaringan seismometer yang selanjutnya datanya dikumpulkan dan diolah untuk menentukan lokasi sumber gempabumi serta kekuatannya. 

Di wilayah Indonesia dapat dideteksi sekitar 4000 gempabumi pertahun, sedangkan gempabumi berkekuatan di atas 5,5 SR dan gempabumi yang bisa dirasakan oleh manusia, terjadi rata-rata sekitar 70–100 kali per tahun, dan gempabumi tektonik yang menimbulkan
kerusakan terjadi antara 1–2 kali per tahun. Sejak tahun 1991 sampai dengan 2011 tercatat telah terjadi 186 kali gempabumi tektonik yang merusak.

ii. Tsunami di Indonesia
Tsunami adalah gelombang air laut yang merambat ke segala arah dan terjadi karena adanya gangguan impulsif pada dasar laut. Gangguan impulsif terjadi karena perubahan bentuk struktur geologis dasar laut secara vertikal utamanya dan dalam waktu singkat. Perubahan
tersebut disebabkan oleh tiga sumber utama, yaitu gempabumi tektonik, letusan gunung api, atau longsoran yang terjadi di dasar laut. Berdasarkan ketiga sumber tersebut, penyebab utama tsunami di Indonesia adalah gempabumi tektonik.



Tidak semua gempabumi tektonik mengakibatkan tsunami, tetapi sebagian besar tsunami disebabkan oleh gempabumi. Gempabumi yang dapat memicu tsunami memiliki kriteria sebagai berikut:
• Gempabumi tektonik terjadi di bawah laut
• Kedalaman (hiposenter) gempabumi kurang dari 100 km
• Kekuatan 7 Skala Richter (SR) atau lebih
• Pergerakan lempeng tektonik terjadi secara vertikal, mengakibatkan dasar laut naik/turun, dan mengangkat/menurunkan kolom air di atasnya

Berdasarkan jarak, tsunami diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
• Tsunami jarak dekat/lokal (near field/local field tsunami)
Tsunami jarak dekat adalah tsunami yang terjadi di sekitar jarak 200 km dari episenter gempabumi. Tsunami lokal dapat disebabkan oleh gempabumi, longsor, atau letusan gunung berapi.
• Tsunami jarak jauh (far field tsunami)
Tsunami jarak jauh adalah tsunami yang terjadi di daerah pantai yang berjarak ratusan hingga ribuan kilometer dari sumber gempabumi. Awalnya merupakan tsunami jarak dekat dengan kerusakan yang luas di daerah dekat sumber gempabumi, kemudian tsunami
tersebut terus menjalar melintasi seluruh cekungan laut dengan energi yang cukup besar dan menimbulkan banyak korban serta kerusakan di pantai yang berjarak lebih dari 1000km dari sumber gempabumi (ITIC, Tsunami Glossary). 



Tabel 1 menjelaskan bahwa waktu tiba tsunami yang terjadi di Indonesia pada umumnya antara 10-60 menit. Hal ini menunjukkan bahwa tsunami-tsunami yang terjadi di Indonesia adalah tsunami lokal.


Pedoman 2
InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia dan Pemberdayaan Masyarakat

i. Tujuan sistem peringatan dini yang memberdayakan masyarakat
Pendekatan people-centred (terpusat pada pemberdayaan masyarakat) dalam peringatan dini tidak didasari pada anggapan bahwa masyarakat rentan terhadap bencana, sebaliknya pendekatan ini didasari pada kepercayaan bahwa masyarakat dapat tangguh dan mampu
melindungi diri sendiri (IFRC, 2009). Tujuan utama sistem peringatan dini yang terpusat pada masyarakat (people-centred early warning system) adalah “menguatkan kemampuan individu, masyarakat, dan organisasi yang terancam bahaya untuk bersiap siaga dan bertindak tepat waktu dan benar agar dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan dan jatuhnya korban” (UNISDR, 2006)




ii. Keterlibatan aktif masyarakat dan otoritas di daerah berisiko bencana:
 mulai dari pengkajian risiko sampai kesiapsiagaan Sistem peringatan dini akan efektif jika secara aktif melibatkan masyarakat di daerah berisiko dan otoritas yang bertanggung jawab di semua tingkat dalam mengembangkan kemampuan mereka untuk bereaksi. Risiko bencana, yang disebabkan oleh bahaya alam dan kerentanan masyarakat, perlu dianalisis, dipahami, dan dikomunikasikan secara luas kepada orang banyak. Kajian risiko secara partisipatif dan aktif serta pendidikan publik sangat diperlukan agar masyarakat semakin menyadari risiko yang sedang mereka hadapi. Kegiatan kesiapsiagaan juga diperlukan untuk memastikan masyarakat tahu tentang cara mendapatkan peringatan dini dan bereaksi secara tepat terhadap peringatan yang datang dari alam atau sumber resmi. Jika semua persyaratan tersebut terpenuhi, maka sistem peringatan dapat mencapai tujuan utamanya, yaitu menyelamatkan hidup manusia dan mencegah jatuhnya korban atau kerusakan yang lebih banyak. 

iii. Syarat kelembagaan sistem peringatan dini yang efektif
Peringatan dini dan pengurangan risiko adalah tanggung jawab pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan struktur tata kelola yang efektif dan pengaturan kelembagaan yang kuat. Kerangka perundang-undangan yang kuat, perencanaan, dan pendanaan yang memadai serta komitmen politik di semua tingkat menjadi pondasi sistem peringatan dini yang efektif.

 iv. Keterlibatan multisektor dan multidisiplin
Pertukaran informasi dan koordinasi secara vertikal dan horisontal di antara para pemangku kepentingan dalam peringatan dini InaTEWS menjadi langkah penting untuk membangun sistem peringatan yang konsisten dan berkesinambungan. Sistem peringatan dini bersifat kompleks dan memerlukan hubungan yang saling terkait antara banyak disiplin ilmu, misalnya ilmu alam dan sosial, teknik, tata kelola dan pelayanan publik, pengaturan penanggulangan bencana, media massa, dan pendampingan masyarakat. Dengan demikian, pengembangan dan pemeliharaan sistem peringatan menuntut kontribusi dan koordinasi individu dan lembaga yang luas. Tanpa
keterlibatan semua pemangku kepentingan, seperti otoritas dan lembaga pemerintah di berbagai sektor di semua tingkat, masyarakat berisiko bencana, organisasi masyarakat (ORMAS) atau lembaga-lembaga non pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan sektor swasta, maka sistem peringatan dini tidak akan efektif. Sampai atau tidaknya peringatan ke masyarakat di daerah berisiko bencana tergantung pada kesadaran dan kemampuan melaksanakan peran dan tanggung jawab semua pelaku dalam rantai komunikasi. Peran dan tanggung jawab pelaku utama rantai komunikasi peringatan tsunami dalam InaTEWS akan dibahas dalam 



v. Empat komponen utama sistem peringatan dini
Berdasarkan pengalaman di seluruh dunia mengenai peringatan dini, para akademisi dan praktisi internasional penanggulangan bencana, yang telah menghadiri tiga konferensi global peringatan dini (pada tahun 1998, 2003 dan 2006), menyetujui bahwa syarat sebuah sistem peringatan dini yang lengkap dan efektif serta terpusat pada masyarakat (people-centered) adalah terpenuhinya empat komponen yang terpisah namun saling terjalin, yaitu Pengetahuan Risiko, Pemantauan Bahaya dan Layanan Peringatan, Penyebaran dan Komunikasi, dan Kemampuan Respons (UNISDR, 2006). 

La Nina Sedang Berkembang di Samudra Pasifik, Waspadai Dampaknya di Indonesia





Hingga akhir September 2020, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudera Pasifik Ekuator menunjukkan bahwa anomali iklim La-Nina sedang berkembang. Indeks ENSO (El Nino-Southern Oscillation) menunjukkan suhu permukaan laut di wilayah Pasifik tengah dan timur dalam kondisi dingin selama enam dasarian terakhir dengan nilai anomali telah melewati angka -0.5°C, yang menjadi ambang batas kategori La Nina. Perkembangan nilai anomali suhu muka laut di wilayah tersebut masing-masing adalah -0.6°C pada bulan Agustus, dan -0.9°C pada bulan September 2020.

BMKG dan pusat layanan iklim lainnya seperti NOAA (Amerika Serikat), BoM (Australia), JMA (Jepang) memperkirakan La Nina dapat berkembang terus hingga mencapai intensitas La Nina Moderate pada akhir tahun 2020, diperkirakan akan mulai meluruh pada Januari-Februari dan berakhir di sekitar Maret-April 2021.

Catatan historis menunjukkan bahwa La Nina dapat menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi jumlah curah hujan bulanan di Indonesia hingga 40% di atas normalnya. Namun demikian dampak La Nina tidak seragam di seluruh Indonesia. Pada Bulan Oktober-November, peningkatan curah hujan bulanan akibat La Nina dapat terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia kecuali Sumatera. Selanjutnya pada Bulan Desember hingga Februari 2021, peningkatan curah hujan akibat La Nina dapat terjadi di Kalimantan bagian timur, Sulawesi, Maluku-Maluku Utara dan Papua.

Pada Bulan Oktober ini beberapa zona musim di wilayah Indonesia diperkirakan akan memasuki Musim Hujan, di antaranya: Pesisir timur Aceh, sebagian Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Pulau Bangka, Lampung, Banten, sebagian Jawa Barat, sebagian Jawa tengah, sebagian kecil Jawa Timur, sebagian Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Utara, sebagian kecil Sulawesi, Maluku Utara dan sebagian kecil Nusa Tenggara Barat. Peningkatan curah hujan seiring dengan awal musim hujan disertai peningkatan akumulasi curah hujan akibat La Nina berpotensi menjadi pemicu terjadinya bencana hidro-meteorologis seperti banjir dan tanah longsor.

Para pemangku kepentingan diharapkan dapat lebih optimal melakukan pengelolaan tata air terintegrasi dari hulu hingga hilir misalnya dengan penyiapan kapasitas sungai dan kanal untuk antisipasi debit air yang berlebih.

Masyarakat diimbau agar terus memperbaharui perkembangan informasi dari BMKG dengan memanfaatkan kanal media sosial infoBMKG, atau langsung menghubungi kantor BMKG terdekat.

Jakarta, 3 Oktober 2020

Deputi Bidang Klimatologi BMKG
Herizal, M.Si.
source 
https://www.bmkg.go.id/press-release/?p=la-nina-sedang-berkembang-di-samudra-pasifik-waspadai-dampaknya-di-indonesia&tag=press-release&lang=ID