Sentra Perkebunan terdapat di Pulau Jawa dan Sumatra, baik itu perkebunan yang dikelola perusahaan negara dan perkebunan rakyat. perkebunan milik negara mengusahakan tembakau cerutu sedangkan kebun rakyat memasok sebagian besar kebutuhan perusahaan rokok swasta biasanya berjenis kasturi, mawar, GG, barley dll
saat ini di Indonesia terdapat tiga perusahaan pengolah tembakau menjadi rokok yakni Gudang Garam, Djarum dan HM Sampoerna.
dari ketiga perusahaan yang saya cotohkan dari akar rumput usaha tembakau ini mampu menyerap ratusan ribu tenaga kerja, dari budidaya tembakau keseluruhan, angkutan, pabrik sampai kemasan rokok jadi.
sentra produsen tersebar di Pulau Jawa (Jember, Bondowoso, Lumajang, Bojonegoro, Pulau Madura), sumatra (Delli), yang mana di masing masing sentra / produsen tembakau tersebut sebagian besar mampu menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit dan mandiri serta bermunculan lembaga sekolah tinggi pertembakauan, lembaga penelitian tembakau serta menghasilkan beberapa ahli pertembakauan. tentunya menjadi ciri khas sebuah daerah yang di karuniai anugerah tanah yang sangat cocok untuk di budidayakan tembakau.
Undang - Undang pertembakauan
Tembakau, akhir-akhir
ini menjadi hal yang sangat hangat namun sensitif untuk dibicarakan.
Problematika terkait regulasi pengendalian rokok di Indonesia kembali mencuat.
Banyak kalangan yang tadinya tak acuh menyoroti tembakau, kini merekapun turut
andil dan berbicara. Salah satunya tentang penetapan RUU (Rancangan
Undang-undang) Pertembakauan yang cepat atau lambat akan merusak Indonesia dari
berbagai sisi jika RUU ini disahkan di republik kita ini. Entah atas dasar apa,
mereka yang tadinya tak acuh menanggapi persoalan penetapan undang-undang, kini
jadi turut andil. Mungkin karena efek dari pengesahan RUU pertembakauan yang
nantinya akan berdampak global di negara kita ini.
Jika dianalisa tentang asal usul RUU Pertembakauan, RUU ini muncul
ketika Baleg (Badan Legislatif) DPR membuat rancangan Progam Legislasi Nasional
tahun 2009 lalu, ada 270 RUU yang masuk dalam pembahasan, termasuk RUU tentang penanggulangan
dampak tembakau terhadap kesehatan. Pada tahun 2010 menjelang tahun 2011, RUU
Pertembakauan kembali dibahas di Baleg, sampai akhirnya RUU pertembakauan
sempat dibekukan. Sebenarnya, setiap tahunnya Baleg sudah memprioritaskan RUU
yang akan dibahas. Namun entah mengapa, pada tahun 2011 kembali muncul
kebijakan terkait pertembakauan. Namun, ada yang
janggal pada hal penamaan yakni yang sebelumnya bernamakan RUU Dampak
Penanggulangan Tembakau terhadap Pada tahun 2011, berubah menjadi
Rancangan Pertembakauan.
Sebenarnya perubahan
nama ini menjadi perdebatan yang serius di DPR dan bagaimana caranya RUU yang
sebelumnya dibekukan tiba-tiba bisa muncul ke permukaan forum sidang pleno
tahun 2011. Hasil dari perdebatan sidang pleno pada tahun 2011, dua kubu
berpendapat bahwa RUU ini harus ditiadakan atau diganti namanya. Pimpinan Baleg
pada saat itu bahwa judul sebenarnya masih belum jelas, entah akan diberikan
judul RUU Pertembakuan atau nama yang lainnya. Pada saat itu pimpinan Baleg
juga menjanjikan bahwa persoalan masalah pertembakauan pasti akan diatur.
UU Menurut Pemerintah
Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang
diprioritaskan dalam Program Legislasi Nasional 2013 akan menghapus Pasal 199
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal ini mengatur sanksi
pidana penjara maksimal lima tahun bagi produsen rokok yang tidak mencantumkan
peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok. Namun, sanksi RUU
Pertembakauan hanya berupa denda.
”Peringatan kesehatan bergambar terbukti
efektif memperingatkan orang akan bahaya rokok. Jika RUU Pertembakauan
disahkan, aturan tegas akan kewajiban peringatan bergambar dalam Pasal 199 UU
Kesehatan akan dihapus. Bunyi Pasal 56 RUU Pertembakauan mengatakan begitu.
Jadi, kecil harapan jumlah perokok akan turun,” kata Tubagus Haryo, Pelaksana
Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia, Kamis (4/4),
di Jakarta.
Pengaturan mengenai peringatan kesehatan
terhadap bahaya rokok hanya diatur Pasal 21 RUU Pertembakauan. Pengaturan ini
hanya menegaskan kewajiban pencantuman peringatan kesehatan dalam bentuk
tulisan berbahasa Indonesia. Ketentuan ini tidak hanya disharmonis dengan UU
Kesehatan, tetapi juga dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-VII/2010
yang memperkuat kewajiban peringatan kesehatan bergambar.
RUU Pertembakauan juga tidak menjelaskan
pemisahan tempat khusus merokok dan tempat bebas dari asap rokok. Alhasil,
perlindungan kesehatan perokok pasif tidak diprioritaskan untuk mendapat
legitimasi hukum. ”Pokok pengaturan dalam RUU Pertembakauan luas. RUU mencakup
hulu (penanaman tembakau) hingga hilir
UU Menurut Pengamat
Tanpa angin tanpa hujan, tiba-tiba RUU Tembakau
masuk ke dalam proglegnas yang akan dibahas DPR untuk menjadi Undang-Undang
(UU). Aneh sekali, padahal RUU Pengendalian Tembakau yang sudah lama mengendap
malah tidak mendapat prioritas untuk dibahas. Terdapat dugaan kuat bahwa
masuknya rancangan regulasi ini menjadi prioritas dibahas karena adanya
lobi-lobi industri.
Beberapa kejanggalan di dalam RUU Tembakau ini
adalah:
1. Pembahasan tidak fokus kepada pertembakauan
ataupun nasib petani, tetapi lebih kepada industri rokok. Lagipula jika ingin
fokus kepada suatu produk, mengapa mesti tembakau yang menjadi penting?
Bukankah ada beras, atau kopi, coklat, yang menjadi andalan produk indonesia di
skala dunia?
Dan anehnya, walapun RUU ini berbicara soal tembakau,
tetapi sama sekali tidak memperhatikan masalah impor tembakau yang kian naik
dari tahun ke tahun. Seharusnya jika ingin melindungi petani tembakau,
pemerintah membatasi atau malah melarang impor tembakau. Total impor tembakau
indonesia selama tahun 2012 naik sebesar 13%, mencapai US$ 382,43 juta atau
setara dengan Rp 3,824 Trilyun. Sebagian besar impor tembakau ini berasal dari
China, yaitu sebesar US$191,4 juta atau setara dengan Rp 1,914 Trilyun.
2. RUU Tembakau bermaksud menjegal dampak kesehatan
tembakau atau rokok yang sudah tertera didalam UU Kesehatan no. 36 tahun 2009
yang menyatakan bahwa tembakau adalah bahan adiktif. Dalam salah satu
pasal RUU Tembakau terdapat pernyataan yang mengeliminir pasal ini di UU
Kesehatan ini.
3. RUU Tembakau berarti juga mengeliminir
upaya-upaya dalam pengendalian tembakau yang selama ini dilakukan, seperti
Kawasan Dilarang Merokok, kenaikan cukai, penggunaan gambar dalam kemasan
rokok.
4. Jelas sekali kepentingan yang bermain di RUU
Tembakau ini adalah industri rokok yang merasa khawatir atas upaya-upaya
pengendalian tembakau yang dilakukan. Padahal sekeras apapun advokasi dan
kampanye yang dilakukan, industri rokok tetap meraih keuntungan yang
signifikan, sekitar kenaikan penjualan 10% setiap tahunnya.
Jika pemerintah memang berupaya melindungi petani
tembakau, seharusnya upaya yang dilakukan adalah pembatasan impor. Selain itu,
upaya pemanfaatan tembakau dengan cara lain juga lebih bermakna. Seperti
sebagai pestisida alami pembasmi hama. Ini juga sangat efektif, daripada
digunakan sebagai bahan yang meracuni kesehatan manusia. Jika sebagai pestisida
alami, tembakau dapat mengisi pasar pestisida yang juga sangat tinggi di
Indonesia, mencapai Rp 6-7 Trilyun. Itu yang legal.
Jika pemerintah memang pro terhadap RUU Tembakau,
mau dibawa kemana bangsa ini? Surveilans kesehatan saja sudah menunjukkan bahwa
anak-anak Indonesia mengalami stunting (berbadan pendek) yang cukup parah,
penurunan IQ, dan tingkat kematian akibat stroke, jantung, kanker, semakin
tinggi menyerang usia muda. Semoga pemerintah dan DPR di sana masih mempunyai
nurani dan akal sehat.
- Ilyani S. Andang -
Agar tak menimbulkan persoalan di kemudian hari, Aliansi
Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) berharap RUU Pertembakauan mengakomodir
semua kepentingan. “AMTI berharap RUU Pertembakauan dapat mewakili semua
kepentingan,” ujarMoehaimin Moefti, Ketua Dewan Pembina aliansi itu di Jakarta,
Kamis (27/12). Dengan kata lain, RUU ini tak hanya mengakomodir kepentingan
industri rokok dan petani tembakau, tetapi juga mempertimbangkan perlindungan
kesehatan masyarakat. Khususnya perlindungan anak-anak dari bahaya rokok,
petani tembakau dan cengkeh. Moehaimin menegaskan AMTI berkomitmen
memperjuangkan dan mendukung terciptanya regulasi industri tembakau yang
komprehensif, adil dan berimbang.
Sebagai keseriusan dalam mendukung regulasi Pertembakauan, kata
Moefti, AMTI telah menyerahkan RUU Pengendalian Produk Tembakau ke DPR
pada 2010 silam. Malahan, AMTI telah melakukan dialog dengan anggota Dewan dan
memberikan masukan kepada lembaga legislatif dan eksekutif.
Penyerahan RUU Pengendalian Produk Tembakau didahului
dengan melakukan kerjasama antara AMTI dengan Pusat Ekonomi Kerakyatan
(Pustek) Universitas Gajah Mada dengan melakukan riset dan menghasilkan naskah
akademik.Naskah akademik RUU Pengendalian Produk Tembakau diklaim telah
mengakomodir berbagai kepentingan, termasuk aspek pendapatan negara serta rasa
keadilan terhadap petani tembakau.
Hanya Sebatas Opini Penulis
menurut saya sebagai orang awam
1. Masih banyak produk olahan pasca panen dari tembakau selain rokok, meskipun rokok adalah produk utama, sehingga perlunya peran pemerintah dengan di dukungnya penelitian untuk publik (Pestisida Organik dll)
2. Indonesia adalah negara agraris, negara agraris adalah status yang harus di pertahankan dan sebagai ciri khas Indonesia, bukan dengan jalan menghilangkan. saya contohkan. Indonesia sekarang kehilangan akan nilai sebuah negara agraris, Bawang merah, sayuran, cabe, jengkol, pete-pun kita krisis sampai keranah Presiden yang membahasnya.
3. Pemerintah tidak boleh membuat peraturan sepihak, di harap juga memikirkan ratusan ribu buruh tembakau
4. Jangan sampai terjadi Take Over perusahaan swasta tembakau, karena UU amerika sendiri yang di gagas malahan menghalalkan rokok putih dan menthol (tembakau burley / tembakau putih, di tanam di bondowoso, jember, lumajang. kantor BAT di Bondowoso).
5. Dari tembakau Indonesia mampu memperkerjakan ratusan ribu buruh (non teknis), peneliti, sarjana danahli tembakau.